Sejarah Seni dan Budaya Barcelona – Ketika kita membahas Barcelona, klub yang berasal dari Catalonia di Spanyol, terdapat tiga aspek penting yang muncul, yaitu sejarah, seni, dan kepekaan sosial. Kepekaan sosial ini menjadi salah satu faktor yang membedakan Barcelona dari klub-klub besar lainnya.
Sejarah Seni dan Budaya Barcelona
barcelonaladiesopen Di tengah maraknya bisnis dan investasi yang mendominasi dunia sepak bola saat ini, Barcelona justru tumbuh dan berkembang melalui sisi olahraga yang mampu menggabungkan seni, perlawanan, dan sikap sensitif terhadap isu sosial, menjadikannya contoh inspiratif bagi banyak orang.
Sejarah dan Simbol Perlawanan
Bagi sebagian dari kita, mungkin masih sedikit mengenal Barcelona dari perspektif sejarah dan simbol kebangsaan yang kental pada klub ini. Catalonia adalah nama daerah asal tim Barcelona. Secara administratif, Catalonia adalah bagian dari Spanyol, tetapi hingga saat ini, banyak orang Catalan yang belum sepenuhnya merasa menjadi bagian dari negara tersebut. Hal ini tak lepas dari sejarah kelam yang terukir dalam ingatan warga Catalan.
Barcelona telah menjadi bagian penting dari simbol perjuangan anti-Spanyol bagi masyarakat Catalan. Di bawah kekuasaan Jenderal Franco, luka mendalam terasa di hati rakyat Catalan. Franco menindas dan bahkan membunuh sejumlah tokoh penting dari Catalonia, termasuk pemain Barcelona, serta berupaya membekukan klub tersebut. Ia juga berusaha memaksakan Catalonia menjadi bagian dari Spanyol dan menghalangi impian kemerdekaan provinsi itu.
Rezim Franco melarang penggunaan bendera Provinsi Catalonia, yang melambangkan kekayaan budaya suku bangsa Catalan dan Basque, serta melarang penggunaan bahasa daerah Catalan. Namun, tidak hanya itu, Franco mengambil tindakan lebih jauh. Ia memerintahkan pembunuhan Josep Sunol, Presiden Barcelona, pada tahun 1936. Upaya intimidasi terus berlangsung, termasuk campur tangan selama pertandingan. Pada bulan Juni 1943, pemain Barcelona yang berada di bawah ancaman militer diperintahkan untuk menyerah kepada Real Madrid, klub yang menjadi favorit Franco. Dalam pertandingan tersebut, Barcelona kebobolan 11 gol, yang akhirnya berujung pada skor akhir 11-1, menjadi simbol protes yang sangat kuat. Komentar Franco terhadap kiper Barcelona yang dituduh sebagai pengatur skor bahkan menyebabkan larangan seumur hidup untuk bermain sepak bola. Sejak saat itu, Barcelona dikenal sebagai simbol perlawanan rakyat Catalan terhadap kediktatoran Franco.
Walaupun gerakan perlawanan rakyat Catalan mungkin tidak sekuat dulu, terutama dengan keberadaan organisasi Euskadi Ta Askatasuna (ETA), yang dianggap Pemerintah Spanyol sebagai gerakan separatis dan teroris, semangat perlawanan terhadap warisan menyakitkan dari rezim Franco tetap ada. Bagi orang Catalan, kemerdekaan adalah harga mati. Kemerdekaan bukan hanya pengakuan akan eksistensi mereka, tetapi juga kebebasan untuk berpikir, berkreasi, dan menentukan nasib sendiri tanpa adanya tekanan atau diskriminasi.
Melihat dari perspektif sejarah ini, bisa dipahami mengapa setiap pertandingan antara Barcelona dan Real Madrid selalu berlangsung sengit dengan dimensi politik yang melibatkan kedua pihak. Kemenangan bukan sekadar angka di papan skor, tetapi juga mencerminkan harga diri. Bagi rakyat Catalan, meraih kemenangan atas Real Madrid merupakan pencapaian kecil dalam perjuangan mereka melawan penindasan dan diskriminasi dari pemerintahan Spanyol.
Baca Juga : 6 Tantangan Rumah bagi Luis Enrique di Barcelona
Barca dan Seni Sepak Bola
Sepakbola adalah sebuah seni. Seni yang menekankan totalitas dalam mengolah si kulit bundar, sekaligus menguji kemampuan untuk menciptakan kerjasama tim. Inilah filosofi sepakbola yang telah dipraktikkan dengan sangat baik oleh Barcelona, khususnya dalam lima tahun terakhir. Barcelona telah memberikan arti yang mendalam mengenai bagaimana seharusnya sebuah tim melakoni pertandingan. Mereka tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga sangat menekankan pentingnya proses bermain.
Barcelona dapat dianggap sebagai perwujudan dari tim sepakbola yang mampu mengimplementasikan konsep Total Football dengan sangat baik. Total Football, atau dalam istilah Belanda disebut “totaal voetbal,” merupakan taktik permainan yang memungkinkan semua pemain untuk bertukar posisi secara dinamis sambil selalu mendesak pemain lawan yang menguasai bola. Taktik ini pertama kali dipopulerkan oleh klub Ajax Amsterdam pada periode antara 1969 hingga 1973. Tim Nasional Belanda kemudian mengadopsi gaya ini saat Piala Dunia 1974, yang terus menjadi ciri khas permainan tim Oranje dan Ajax Amsterdam hingga saat ini. Konsep ini diperkenalkan oleh Rinus Michels, yang juga merupakan pelatih Ajax Amsterdam dan tim nasional Belanda. Selanjutnya, Johan Cruijff memodifikasi gaya permainan ini ketika ia melatih FC Barcelona.
Total Football ini semakin lekat dengan gaya permainan menyerang di era pelatih Josep Guardiola. Gaya permainan ini sering kali disebut Tiki-taka, yang dalam bahasa Spanyol dikenal sebagai “tiqui-taca. ” Karakter utama dari gaya permainan ini adalah penekanan pada kerjasama tim dengan mengandalkan umpan pendek, memanfaatkan setiap lini, serta berusaha seminimal mungkin kehilangan penguasaan bola sepanjang pertandingan. Dengan dominasi penguasaan bola yang tinggi, peluang bagi tim untuk melancarkan serangan ke arah lawan pun semakin terbuka lebar. Barcelona selama ini telah mencapai pencapaian luar biasa, membuktikan bahwa seni sepakbola menyerang merupakan kunci keberhasilan mereka.
Di sisi lain, Barcelona juga dikenal memiliki kepekaan sosial yang tinggi dibandingkan dengan klub sepakbola lainnya, setidaknya saat ini. Klub Catalan ini bukan hanya dikenal karena prestasinya yang cemerlang—yang tak bisa dibantah—tetapi juga berbagai aktivitas sosial yang mengesankan dari tim dan para pemainnya.
Salah satu hal yang mencolok dari Barcelona adalah komitmen klub untuk tidak menjadikan kostum pemainnya sebagai kendaraan untuk kepentingan bisnis semata. Hingga saat ini, kostum Barcelona, atau yang lebih dikenal sebagai “jersey”, hanya memuat logo “UNICEF” di bagian dada. Sejak tahun 2006, klub ini telah mencapai kesepakatan dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk menempatkan logo organisasi PBB yang fokus pada kesejahteraan anak dan ibu tersebut. Menariknya, sebelum kerjasama dengan UNICEF ini, Barcelona merupakan satu-satunya klub besar di dunia yang menolak menampilkan nama sponsor pada kostumnya.
Baca Juga : 7 Rekomendasi Buku untuk Mahasiswa Psikologi
Berbeda dengan kesepakatan sponsor pada umumnya, dalam kerjasama ini Barcelona justru membayar UNICEF sebesar 1,5 juta poundsterling atau sekitar 17 miliar rupiah per tahun sebagai sumbangan untuk berbagai kegiatan organisasi yang telah berdiri sejak tahun 1946 itu. Kesepakatan ini adalah bagian dari janji Barcelona untuk mendonasikan 0,7% dari setiap pendapatannya kepada PBB setiap tahunnya. Ini adalah inisiatif yang benar-benar tulus, di mana Barca berkesempatan untuk membantu anak-anak di seluruh dunia. Mantan Presiden Klub Barcelona, Joan Laporta, menggambarkan momen ini sebagai bersejarah dengan menekankan bahwa logo ini bukan sekadar publikasi merek, melainkan sebuah simbol prestisius. Dalam tahun pertama bantuan tersebut, UNICEF mengalokasikan dana dari Barcelona untuk program pencegahan penularan virus HIV pada anak-anak di Kerajaan Swaziland, salah satu negara terkecil di benua Afrika.
Di tingkat pemain, Lionel Messi, yang diakui sebagai salah satu pesepakbola terbaik dunia, ditunjuk sebagai Duta Besar UNICEF untuk kampanye dan inisiatif sosial yang mendukung anak-anak. Penunjukan ini menunjukkan komitmen Messi dalam menjalankan aktivitas sosial, termasuk berbagai program yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi anak-anak, terutama mereka yang terlantar atau memiliki kelainan sejak lahir.
Dengan demikian, Barcelona menunjukkan bahwa sepakbola lebih dari sekadar olahraga; ini adalah cara untuk menguji kepekaan sosial setiap individu. Sepakbola sejatinya adalah tradisi yang membangun kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.